Jumat, 28 Januari 2011

Guru Besar Psikologi UI, Sarlito Wirawan Sarwono

Di akhir tahun 2006 dan awal 2007, orang sangat disibukkan dengan berbagai bencana alam dan kecelakaan pesawat terbang dan kapal laut, yang meminta teramat banyak korban. Tetapi ada gejala lain yang makin marak, yang hanya sebentar-sebentar saja menarik perhatian kita, dan selanjutnya seakan terlupakan begitu saja, padahal untuk jangka panjang gejala itu bisa mengubah struktur masyarakat Indonesia di masa yang akan datang. Gejala yang saya maksudkan adalah poligami.

Poligami sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. Sejak dulu para bangsawan, priyayi, dan kyai biasa beristeri ganda. Bung Karno pun berpoligami. Cuma semasa Pak Harto saja poligami seakan-akan jadi barang haram (PP 10 melarang PNS dan anggota ABRI berpoligami). Kata orang, karena pengaruh Bu Tien yang tidak mau bernasib seperti Ibu Fatmawati.

Tetapi bagaimanapun, arus utama (mainstream) budaya Indonesia, memang bukan budaya poligami. Budaya arus utama Indonesia adalah monogami. Lain dengan di Arab Saudi, yang arus utama budayanya memang poligami, dan hampir semua laki-laki beristeri lebih dari satu. Di Indonesia rakyat biasa, petani, nelayan, pegawai, dosen, guru, dan sebagainya, kebanyakan beristeri satu saja.

Kalau pun ada yang beristeri lebih dari satu, hanya merupakan kekecualian, dan itu pun dilakukan diam-diam. Apalagi setelah era RA Kartini di awal abad XX, makin banyak perempuan Indonesia yang mengecap pendidikan tinggi, makin setara kedudukan perempuan dengan kaum pria Indonesia dan makin terpojoklah posisi poligami di arus utama kebudayaan Indonesia.

Arus Poligami Menguat

Namun, sejak reformasi, nampaknya arus poligami mulai menyusun kekuatan dan muncul ke atas, mendesak arus utama. Di mulai oleh para pejabat yang terang-terangan sudah berpoligami sejak awal (Contoh: Wapres Hamzah Haz) atau menikah lagi (termasuk Menteri Yusril Ihza Mahendra) dan tetap menduduki jabatannya seolah-olah tidak terjadi apa-apa, maka para pengusaha pun ikut.

Pengusaha restoran ayam bakar "Wong Solo" yang beristeri empat dan bisa berfoto dengan keempat isterinya sekaligus, berani memberikan "Polygami Award".

Para artis tidak ketinggalan (termasuk Mandra, Basuki, Mamik Srimulat), dan akhirnya seakan-akan di-gong-i oleh para ulama, Kosim Nurseha, Zainuddin "Sejuta Umat" MZ, dan yang paling mutakhir Aa "Jagalah Hati" Gym yang selama ini jadi favoritnya umat (termasuk yang non-muslim).

Maka sempurnalah kesan bahwa poligami memang sedang naik daun di dalam arus budaya Indonesia. Bukti naik daun yang paling nyata adalah demo pro-poligami yang menandingi demo anti-poligami di Bunderan HI di akhir tahun 2006 (di tempat yang sama, di hari yang sama).

Yang menarik adalah bahwa dalam barisan pro-poligami terdapat banyak wanita, yang oleh barisan anti-poligami dianggap sebagai golongan yang tertindas dalam sistem poligami. Mana mungkin yang tertindas berdemo membela penindasnya sendiri (laki- laki)?

Lebih seru lagi, pendemo pro- poligami ini, menolak kesetaraan jender yang begitu gigih diperjuangkan oleh golongan anti-poligami.

Walaupun begitu, realita juga membuktikan, bahwa di tengah budaya monogami, perselingkuhan pun terus naik daun. Kasus "YZ dan ME" adalah salah satu video-clip yang beredar di HP-HP masyarakat (dari kalangan atas sampai tingkat sopir taksi), dan mungkin yang paling disorot oleh media massa di tahun 2006, tetapi bukan satu-satunya.

Selain "YZ-ME" masih ada beberapa video-clip serupa yang berjudul "Banyuwangi", "DPRD Kaur Provinsi Bengkulu", dan sebagainya.

Anehnya, si ME yang sudah jelas melanggar segala norma (agama, hukum, susila, sampai moral), justru makin dielu-elukan masyarakat. Penyanyi dangdut yang dulu jarang terdengar namanya itu, sekarang langsung jadi top, berkali-kali jadi tamu di aneka talk show TV, dan makin banyak dapat panggilan.

Sementara itu, Aa Gym yang secara ilmu fiqh dan syariah tidak melanggar apa-apa, malah ditinggalkan penggemarnya (pesantrennya tidak dikunjungi bus-bus lagi, ceramah-ceramah dibatalkan, bahkan ada ibu-ibu yang tidak mau lagi mendengar lagu "Jagalah Hati").

Hidup Berdampingan

Mungkin dunia monogami yang penuh kebohongan itulah yang membuat sebagian dari umat Islam kita kesal dan berdemo (termasuk kaum perempuannya). Mungkin sekali tidak terlalu salah kata dokter Naek Tobing, "Dua di antara tiga pria selingkuh".

Maka para poligamis pun berpikir, daripada pura-pura setia, tetapi terbukti selingkuh juga, kenapa tidak sekalian berpoligami saja? Mengapa kita lebih takut kepada isteri daripada kepada Tuhan?

Tetapi itulah yang terjadi di era globalisasi informasi ini. Sekarang tidak ada lagi dominasi-dominasian dan azas-tunggal-azas tunggalan. Barat dan Timur harus hidup bersama-sama.

Kapitalis dan Marxis akan muncul berbarengan. Individualisme dan kolektivisme juga akan berendeng. Maka jangan heran kalau di tahun 2007 ini kaum poligamis akan berusaha sekuat tenaga untuk makin bersejajar dengan kaum monogamis.

Saya sendiri termasuk blok monogami dan akan terus berjuang di situ. Namun saya sadar sepenuhnya, bahwa kaum poligami akan bermunculan di sekitar saya, di antara teman-teman saya, mahasiswa saya, dan sebagainya.

Buat saya biarlah mereka dengan pandangan mereka sendiri, asalkan "sesama bus kota jangan saling mendahului" (maksud saya, asalkan mereka tidak mengganggu anak-isteri saya).

Penulis adalah Guru Besar Psikologi UI

Sumber: Suara Pembaruan - www.suarapembaruan.com
(aps.indonesia-ottawa.org)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda dan Berbagilah Di Sini.