Rabu, 07 Oktober 2009

Jangan Anggap Spele Cita-cita

Sumber :
DR. Muhammad Musa Syarief, Membangun Obsesi, Rambu-rambu Menuju Kebangkitan, Syaamil Cipta Media, Bandung, September 2003.

1Jangan Anggap Sepele Cita-cita
Manusia memiliki perbedaan yang signifikan, ada yang begitu tinggi cita-citanya hingga hampir mencapai batas sempurna, tapi ada juga yang cita-citanya begitu rendah hingga kondisinya lebih buruk dari hewan. (VI)

Sesungguhnya persoalan cita-cita ini adalah persoalan besar, serius dan menarik perhatian kita sebagai seorang muslim untuk memahami dan menguasainya guna meraih kesuksesan yang besar. (VI)

Tidak selayaknya siapapun menganggap sepele masalah cita-cita ini. (VI)
Yah…Demi Allah yang tidak ada tuhan selain-Nya. Persoalan cita-cita ini betul-betul penting dan berpengaruh besar terhadap kehidupan seseorang baik bagi usia remaja maupun setelahnya, bagi yang mencari kehidupan dunia atau pun yang berharap akhirat. Ia merupakan pondasi kehidupan manusia dan daya tarik yang menarik seseorang demi meraih kemuliaan atau bahkan menjerumuskannya kelembah kehinaan. (VII)

2 Pengertian Cita-cita
Cita-cita (Al Himmah) berasal dari kata Ha-ma-ma yang artinya keinginan untuk melakukan suatu pekerjaan.

Dengan demikian cita-cita (Al Himmah) adalah motivasi (daya dukung) untuk melakukan pekerjaan. Cita-cita ada yang bersifat tinggi atau rendah. Ada orang yang bercita-cita tinggi, setinggi langit dan ada juga yang bercita-cita sederhana, hina dan rendah hingga tingkatan yang paling buruk.

Sebagian ulama mendefinisikan cita-cita tinggi itu adalah “Menganggap kecil terhadap suatu urusan besar sebelum mencapai final.”(1)

3Pengertian Cita-cita Tinggi
Dalam pandangan Ibnu Qoyyim rahimahullah, Cita-cita tinggi adalah (jiwa) yang tidak akan pernah terhenti kecuali kepada allah, tidak akan tergantikan dengan sesuatu apapun oleh selain-Nya. Tidak rela ditukar oleh yang lain sebagai ganti-Nya, tidak akan menjual apa yang ia peroleh dari allah berupa kedekatan, kelembutan, kesenangan dan kegembiraan dengan harga yang murah dan fana. Maka, cita-cita tinggi dibandingkan yang lainnya bagaikan burung yang terbang tinggi menjulang dengan burung-burung lain (yang ada di bawah). Ia tidak rela jatuh kebawah, tidak akan mudah tersentuh oleh penyakit hingga sampai kepada mereka, karena semakin tinggi cita-cita semakin jauh dari penyakit (virus) dan semakin rendah cita-cita maka akan mudah diserang oleh berbagai penyakit dari setiap arah.” (1)

4 Jangan Sampai Tidak Punya Cita-cita
Al Faruq Umar bih Khatab r.a mengatakan : “Jangan sekali-kali kamu memperkecil cita-citamu, karena sesungguhnya aku tidak melihat sesuatu mengekang seseorang (untuk beraktivitas) kecuali karena ia tidak memiliki cita-cita.”

Ibnu Nubatah rahimahullah berkata : “Cobalah mewujudkan setiap permasalahan dan jangan berkata, sesungguhnya sanjungan dan kemuliaan itu adalah anugrah/ rezeki.”

“Motivasilah dirimu!jangan hilang semangat guna meraih cita-cita, sementara yang lain saling berlomba meraihnya.” (2)

Kata-kata bijak lain mengungkapkan : ”Orang itu bergantung bagaimana dia membentuk dirinya, jika ia mengangkatnya mak akan naik (derajatnya) dan jika merendahkan maka hinalah dia.”

Abu Dulaf berkata : “Dan tidaklah kekosongan hati itu suatu kemuliaan dan keluhuran, akan tetapi hati yang sibuk itulah yang akan mendorong cita-cita.”

“Yang memiliki kemuliaan memikul semu perangkat/beban dan setiap orang yang bercita-cita rendah terbelakang dalam kehidupannya.” (3)

5 Gambaran Cita-cita yang Berkobar
Al Ustadz Maududi rahimahullah mengatakan :”Adalah suatu kewajiban agar didalam hatimu terdapat api yang selalu menyala dan berkobar minimal seperti api yang menyala dalam hati seseorang yang anaknya dalam keadaan sakit, maka ia tidak akan tega meninggalkan anaknya, akan tetapi segera membawanya kedokter. Atau ketika ada di rumahnya tidak mendapatkan sesuatu untuk menutupi kepedihan hidup anak-anaknya, dia merasa resah hingga mendorong dirinya untuk mencurahkan segenap kemampuan dan usahanya.

Adalah suatu kewajiban agar tertanam dalam dada-dadamu kelembutan, kejujuran yang sewaktu-waktu menyibukkan dirimu untuk berusaha demi mencapai tujuanmu, memenuhi hatimu dengan ketenangan, berusaha mengisi sanubarimu dengan ikhlas, tajarrud (mengkhususkan diri semata untuk Allah), menfokuskan perhatian dan kesungguhanmu disaat urusan pribadi, permasalahan keluarga menuntut keseriusanmu dan kamu tidak memerdulikannya kecuali dengan perasaan terpaksa. (12)

6 Manusia Tergantung Cita-cita nya
Syaikh Ahmad bin Ibrohim Ad Dar’i, berkata : “Jadilah kamu seorang yang kakinya berpijak di muka bumi sedangkan cita-citanya bergantung di atas langit, karena perbedaan manusia itu tergantung cita-citanya, yang tinggi cita-citanya akan tinggi martabatnya, dan sesungguhnya seseorang itu seseorang itu tergantung pad apa yang dicita-citakannya.” (18)

Muhammad Musa Syarief mengungkapkan : “cita-cita merupakan tiang segala urusan manusia dan hal terpenting dalam kehidupannya di dunia. (18)

7Pengaruh Cita-cita Tinggi
Seseorang yang memiliki cita-cita tinggi tidak akan rela dirinya melakukan hal-hal rendah Tetapi ia selalu berharap sesuatu yang utama dan lebih baik. Ia akan menghindari arena senda gurau dan pe-mubadzir-an waktu dan berupaya menghindari hal ini.

Imam Ibnu Jauzi menyayangkan kondisi orang yang menghabiskan siang dan malamnya dengan perbuatan yang tidak beguna. Ia berkata :
“Saya memerhatikan mayoritas orang menggunakan waktunya dengan cara yang aneh. Apabila (menjalani) malam, ia isi dengan pembicaraan yang tidak berguna atau membaca buku cerita. Apabila (menjalani) siang, ia pergunakan untuk tidur. Sementara dipengujung siang berada ditepi sungai Dajlah atau di pasar-pasar. Maka perumpamaan mereka seperti orang-orang yang sedang berbincang-bincang di atas perahu sementara perahu tetap melaju dan mereka tidak memiliki informasi apapun. Jarang sekali orang-orang memahami makna zaman (esensi masa) dan mempersiapkan diri untuk menghadapi suatu perjalanan, maka takutlah kepada Allah dalam mempertanggung jawabkan usia, bergegaslah sebelum hilang kesempatan, dan berpaculah dengan waktu.”

8 Guru, Pukulan Tentara dan Waktu Sia-sia
Ustadz Abdus Sataar Nuweir menceritakan kisah lucu yang mengandung pelajaran, beliau berkata : ”Ssaya membaca kisah lucu yang dapat diambil ibrah kepada Ustadz Ahmad Amiin, ia bercerita :

“Dikisahkan bahwa seorang tentara melihat dua orang yang sedang bermain dadu (semacam perjudian) di sebuah kafe, saat itu jam menunjukkan pukul tujuh sore, kemudian tentara itu menghampiri mereka dengan sopan dan santun serta memberi salam, kemudian ia bertanya :
‘ Dari kapan anda berdua memulai permainan ini?’
‘dari mulai jam tujuh.’
‘Sampai kapan?’
‘Sampai jam delapan atau sembilan......’
‘Apa pekerjaan anda?’
‘Kami adalah pengajar (guru).”

Maka langsung saja tentara itu melancarkan pukulan dan tinjunya kepada kedua orang tdai sambil berkata : Tidakkah kalian mempunyai tugas yang kalian lakukan, berolah raga atau memberikan pelayanan sosial yang bisa kalian lakukan?

Ustadz melanjutkan ceritanya sambil mengomentarinya :

“Alangkah senangnya! Jika kita memiliki pembimbing dalam hal ini, mengingatkan orang yang menyia-nyiakan waktunya, dengan demikian hanya sedikit saja yang selamat dari pukulan dan tinju.”

9 Orang Bercita-cita Tinggi Hidupnya Efektif, Waktunya Produktif dan Konstruktif
Imam Ibnu ‘Aqil Al Hanbaly, berkata : “Sesungguhnya saya tidak pernah membiarkan diri saya untuk menyia-nyiakan umurku barang sedikitpun, hingga jika lisan saya terlambat berzikir dan berdiskusi dan mata saya lupa menelaah maka saya gunakan pikiran saya pada saat saya dalam keadaan istirahat.”

Imam An Nawawi bercerita tentang pengalaman hidupnya kepada muridnya Abil Hasan Ibnu Al Atho’. Beliau menunturkan bahwa setiap hari beliau membaca dua belas judul materi pelajaran dari gurunya disamping mempelajari syarah (penjelasan) dan meneliti keshahihannya. (31)

10 Gambaran Orang Bercita-cita Tinggi Dalam Mengisi Waktunya
Bagaimana kondisi orang yang bercita-cita tinggi bergelut dengan waktunya.
Dr. Marden berkata :
“ Setiap orang yang sukses, ia memiliki alat jaring untuk meraih serpihan dan potongan-potongan waktu. Yang kami maksud adalah sisa-sisa hari atau bagian waktu terkecil yang sering oleh kebanyakkan orang dihabiskan dengan menyia-nyiakan hidupnya.

Sebetulnya orang yang mampu menimbun setiap satuan detik, menggunakan separo waktunya dengan baik, membuat janji-janji yang tidak harus menunggu, memanfaatkan waktu luang antara satu waktu dengan yang lainnya dan waktu jeda yang habis hanya untuk menunggu orang yang terlambat dari janji yang telah ditetapkan. Ia menggunakan setiap waktu tersebut dan berupaya untuk mengambil manfaatnya, niscaya ia akan mendatangkan hasil memuaskan yang membuat tercengan orang-orang yang tidak jeli dengan rahasia besar ini.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda dan Berbagilah Di Sini.