Rabu, 15 April 2020

Kolam Air Di Dalam Goa

Sudah sekitar 15 menit Berlian terus berjalan dengan sangat cepat menyusur jalan setapak. Semakin masuk ke dalam hutan kondisi jalan semakin menantang. Licin, berbatu dan kadang perlu jari-jari kuat untuk mencengkram pegangan saat menuruni jalur.

Pipinya yang mulus dan rambutnya yang hitam mulai basah oleh tetesan air yang yang menempel di dedaunan yang terhempas saat berjalan. Bela begitu menikmati perjalanan ini tanpa kesulitan sedikitpun, tangannya yang tampak kekar memegang golok dan sesekali menebas ranting yang menghalangi.

Bela terus-menerus menengokkan kepala kesana-sini dengan sorot mata mengawasi sekeliling, mencari dimana kayu-kayu yang sudah mengering. Bela mulai mengumpulkan ranting-ranting yang tergeletak di atas rimbunan semak sehingga tak terlalu sulit untuk mengambilnya.

Tampak di balik pepohonan matahari mulai meninggi. Bela mulai melakukan sesuatu yang biasa ia lakukan setiap mengambil kayu bakar. Pandangannya tertuju pada batang pohon kering sebesar betis yang tergantung mengait di pohon besar tak jauh dari tempatnya berdiri.

Bela mengikatkan tali kepada golok yang masih menepel di pinggangnya supaya tidak terjatuh. Ia mulai mundur lalu lari cepat mendekat pohon. Kakinya sesekali berpijak pada batu-batu. Setelah dekat ia loncat sekuat tenaga dan menggenggam batang kayu itu. Lalu naik terus dengan sangat cepat tanpa rasa takut ke bagian atas pohon dengan segenap kaki dan tangan. Beberapa kali loncat dari satu batang ke batang lain mengantarkan dia ke bagian pohon yang lebih atas.

Akhirnya ia sampai juga di ketinggian dimana batang kayu kering itu berada. Bela mengeluarkan golok memotong bagian-bagian kayu yang mengait ke pepohonan sampai kayu itu berhasil dijatuhkannya ke bawah.

Sepertinya ia sudah sangat terlatih naik dan turun sebuah pohon. Kaki dan tangannya seperti memiliki mata sehingga sangat lincah meraih batang demi batang hingga akhirnya kembali turun dari pohon itu.

Kayu-kayu yang sudah dipotong dan dirapikan diikat kira-kira seukuran diamater 50 centimeter dan diberi pikulan sehingga menjadi dua bagian sebelah kiri dan kanan. Sesekali Bela coba memikulnya dan menaruhnya kembali di atas rerumputan.  Kayu bakar itu rapi dan siap diangkut.

Bela duduk sebentar di atas batu dekat kayu bakar. Beristirahat sejenak. dua ekor tupai meloncat-loncat dari satu batang ke batang lain di pohon besar. Ia berkejar-kejaran dengan bebasnya seakan tak terganggu oleh keberadaan Bela.  Bela bangkit dan mememeriksa kembali peralatan.

Bukannya memikul kayu bakar yang sudah siap dibawa, justru ia melangkah dengan tangan hampa dan meneruskan jalur yang tadi ditempuh.

Bela terus berjalan dan semakin jauh dari tempat ia meninggalkan kayu bakar. Tampak tak ada kekhawatiran tersasar sama sekali. Tampak ia sangat menikmati dan akrab dengan tempat ini.

Pepohonan besar mulai tampak di sisi kiri dan kanan. Suara burung-burung diselingin suara monyet memanggil-mangil berbaur di atas pepohonan. Sinar matahari yang menerobos melewati celah-celah dedaunan menerpa badan Bela.

Ia besar tak ditempa oleh seorang ayah tapi ia ditempa rimba yang keras dan tampa ampun sehingga meskipun perempuan tapi ia bukan sosok yang cengeng dan lemah justru menjadikan ia tumbuh menjadi sodok yang tegar, berani dan kuat.

Tak terasa jalur yang dilewati tak lagi berupa jalur biasanya seperti jalur yang sering dilewati orang-orang. Tak tampak jejak satu orang pun pernah lewat tapi bela seperti yang sudah sangat fasih dengan jalur ini meski selintas sama sekali menunjukkan bahwa itu bukanlah jalan yang biasa di lalui.

Berlian berhenti sejenak memandang pohon besar yang tak jauh dari tempat ia berdiri. Matanya mengarah ke sebuah batang yang terpotong di atas sana. Batang terpotong ini sebagai penanda yang sengaja dibuat jika suatu waktu dibutuhkan.

Suara air mengalir mememecah kesunyian. Burung-burung terbang dan bernyanyi bersaing dengan suara monyet yang tampak bergelantungan di pepohonan. Kesendirian tak membuat Berlian takut. Ia merasa seperti di sebuah taman bermain yang penuh tantangan menarik.  Ternyata pohon itu berada di tebing yang dalamnya sekitar lima belas kali tinggi Berliana. Di dasar tebing air jernih mengalir entah menuju kemana, berkelok-kelok dan menukik menghantam bebatuan. Disini alam liar sangat terasa. Memang selama Berlian bolak-balik ke tempat ini tak pernah ada satu orang pun kedapatan berada di tempat ini kecuali hewan-hewan liar yang hidup berkeliaran.

Perlahan ia menuju ke sebuah semak-semak. Setelah disingkapkan ternyata ada banyak sekali anak panah dan busur tertutup tumpukkan daun-daun kering. Berlian berdiri dan menyelendangkan quiver yang penuh anak panah yang sangat tajam, disusul dengan busurnya. Setelah semuanya lengkap ia mendekati pohon besar. Lalu loncat menggapai batang yang paling dekat. Ia mulai meraih akar dan batang sehingga perlahan terus naik ke bagian yang makin tinggi. Tak lama ia sampai dibatang yang terpotong. "Betapa damainya hidup disini" Berlian bicara sendiri.

Berlian menatap ke sekelilingnya memutar semua sudut tak ada yang terlewat. Di bawah sana tampak tebing dan pohon. Semakin jauh memandang tampak hamparan pepohonan dan lembah yang semakin membiru. Pucuk-pucuk dahan yang bergoyang tertiup angin, burung-burung yang terbang kesana-kemari, tampak juga ular sepanjang tiga meter sedang merayap merayap perlahan disebuah sebuah pohon. Ini menambah rasa mendalam suasana rimba yang saat ini sedang dinikmati Berlian.

Sebuah akar berwarna kecoklatan menggulung. Sebagiannya membelit panjang disepanjang batang pohon menyambung ke batang pohon yang ada di sebelahnya sejauh kira-kira 10 meter. Namun karena besarnya pohon itu maka meskipun jaraknya jauh tapi terasa begitu rapat karena dahan yang menjulurnya pun sangat panjang.

Ternyata itu tak semata-mata sebuah akar melainkan sebuah tali yang karena lama maka di tumbuhi lumut dan tumbuhan liar yang merambat. Tali itu sengaja dibuat Berlian sebagai jembatan untuk menyebrang ke pohon sebelahnya. Hanya saja sepintas tak tampak sama sekali sebagai jalur pintas menuju pohon yang lainnya.

Berlian mulai menapakkan kaki di batang yang terikat itu. Meski sesekali batang itu berayun karena tertekan oleh berat badan, belinda dengan penuh keseimbangan tetap melangkah. Akhirnya sampai di pohon besar satunya lagi. Dari atas pohon itu tampak sebuah tebing bebatuan diseberang. Ia turun dengan cepat menarik sebuah akar lalu berayun sambil memegang kuat akar itu. Berliana mendarat di sebuah pohon lebih kecil. Ia turun dengan cepat dan menghampiri sebatang pohon yang kira-kira berdiameter 60 centimeter yang posisinya miring ke arah tebing. Dipertengahan pohon itu, sejauh 5 meter dari bibir tebing, berlian menarik sebuah akar dan melepaskannya.sehingga jatuh dan menjulur ke bawah. Ia turun dengan tali itu.

Ternyata tempat itu sebuah daratan yang cukup luas sekitar 100 meter persegi dan hanya ditumbuhi batu dan rumut-rumput. Meskipun beberapa semak ada tapi tak terdapat pohon besar disini. Tempat ini sangat sunyi dan dikelilingi batu-batu. Benar-benar tempat yang sangat tersembunyi.

Disitu tampak banyak sekali panah-panah dan busur bersandar di bebatuan. Di beberapa titik terdapat sasaran bidik berupa kayu-kayu berdiri yang sudah lapuk di sekujur kayu itu penuh dengan lubang-lupang. Kayu-kayu itu diberi tanda hitam di atas dan di tengah dipisahkan oleh akar yang dililitkan. Bagian atas mewakli kepala dan bagian bawah mewakili jantung. Bagian kepala dan jantung begitu banyak sekali lubang-lubang bekas ujung anak panah yang pernah menancap. Ternyata ini adalah tempat Berlian berlatih. Berlatih fisik, kekuatan dan memanah.

"Suatu saat aku harus bisa menggunakan senjata...tak hanya busur ini"kata Berlian berbicara sendiri. Ia melangkahkan kaki menuju batu besar yang ada didekat tebing. Ternyata di dinding tebing itu ada celah yang cukup untuk masuk 2 orang. Hanya saja terhalang oleh batu sehingga tak tampak dari depan seperti sebuah posisi yang sudah diatur.

Berliana masuk ke dalam. "Goa ini adalah bagian dari hidupkku. Menjadi saksi tempat aku selama ini diam-diam, tampa sepengatahuan mimi, berlatih." kata Berliana sambil menorehkan golok ke batu membentuk tanda sebuah garis tegak lurus sepanjang 10 centi meter disamping garis-garis lainnya yang sudah ada. Garis ini sangat banyak, sebagai tanda untuk setiap kunjungannya ke goa ini. Ia melanjutkan terus kebagian yang lebih dalam. Disana ada cahaya yang tampak dari kejauahn. ia terus melangkah menuju ke arah cahaya itu. ternyata benar. Cahaya itu adalah ujung goa menuju sebuah tempat yang sangat asing. Didalamnya sebuah tebing yang sangat curam yang diatasnya berdiri kokoh pepohonan besar menutup sekeliling permukaan. Sungguh sebuah tempat yang bila dijadikan tempat bersembunyi adalah tempat yang mustahil bisa ditemukan. Berlian sangat beruntung menemukan tempat ini.

Disini berlian melatih segala kemampuan diri. Keinginanya untuk menemukan pembunuh ibunya sangat kuat sehingga sangat keras berlatih. Tali yang bergelantungan seperti akar yang berurai dari atas pohon yang miring ke arah tebing. Sasaran-sasaran bidik anak panah yang ada di atas tebing dan beberapa anak panah yang menancap menjadi saksi kesungguhan Berlian mengasah kemampuannya.

Sebuah kolam dengan air yang sangat bening tempat sangat asik untuk mandi dan menyegarkan badan setelah lelah berlatih hadir melengkapi indahnya tempat itu. Air ini tak pernah surut atau berlimpah. Kedalamannya dari sisi kolam ke tengah semakin dalam. Di bagian sisi, tempat yang selalu dipakai untuk mandi membasuh seluruh baju, kira-kira dalamnya sedada. Semakin ketengah semakin dalam melebihi kepala. Sisi seberang kolam menyentuh tebing. Kedalama air semakin mendekati tebing semakin dalam. Kolam ini juga tak luput menjadi sarana berlatih untuk mengasah kemampuan berenang dan menahan nafas di dalam air. Saat Berlian mencoba menyelam ke dasar kolam, semakin masuk ke kedalaman, pandangan semakin gelap.

Setelah cukup lama di sana dan berlatih berbagai kemampuan termasuk memanah dan bertahan di air. Berlian  bergegas bersiap-siap untuk kembali. Berlian menempuh rute yang ia lewati tadi ketika menuju tempat ini. Sepanjang rute ia sangat teliti dan hati-hati jangan sampai meninggalkan jejak.

Sesampainya di tempat kayu bakar, semuanya dalam kondisi yang sama seperti saat pertama kali berangkat. Baju yang melekat di badan pun sudah mengering. Berlian memikul kayu bakar itu dan berjalan menuju rumah. Karena terbiasa dan terlatih, beban kayu bakar yang cukup berat sudah menjadi makanannya sehingga ia membawanya dengan tanpa masalah.

Silahkan pilih saja :

Lihat Youtube Kangsun
atau Berteman via facebook Kangsun 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda dan Berbagilah Di Sini.