Sabtu, 23 Desember 2017

Aksi Brutal Masyarakat Guatemala

Marco Antonio Aguilar, pengacara Komisi Hak Asasi Manusia di Guatemala mengatakan, sistem yudisial di negara itu mengarahkan masyarakat untuk menghalalkan tindakan main hakim sendiri. Apalagi para penegak hukum hanya memusatkan kegiatan di Ibu Kota saja dan mengabaikan masyarakat keturunan di daerah pemukiman. Akibatnya, ia juga menuding lambannya tindakan penegakan hukum ikut memicu aksi kekerasan massa. 

Sebenarnya, aksi pengeroyokan dan pembakaran manusia memang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat di kawasan Amerika Tengah itu. Sepanjang tahun 1999 silam, 48 orang tewas sia-sia akibat aksi main hakim sendiri. Frekuensinya, setiap tiga hari terjadi satu insiden pengeroyokan. Kondisi memprihatinkan itu terus berlanjut sehingga 13 orang tewas dalam 24 aksi massa yang terjadi pada semester pertama tahun 2000 ini. 

Menurut catatan Komisi Hak Asasi Manusia, kekerasan itu terjadi di kawasan pemukiman yang didominasi keturunan suku Indian Guatemala. Jumlah penduduk keturunan Indian Maya ini mencapai 60 persen masyarakat Guatemala. Kekerasan di antara mereka tumbuh subur, seiring pertikaian antara pemerintah dan masyarakat yang terjadi selama 36 tahun. Perang sipil yang berlangsung sejak tahun 1960 hingga 1996 silam itu telah mengakibatkan 200 jiwa menjadi korban. 

Kesepakatan perdamaian yang baru tercapai pada Desember 1996 pun hanya mengakhiri perang saja. Aksi brutal yang terlanjur ada di tengah masyarakat terus berlangsung.
(SUmbe : http://global.liputan6.com/read/1387/aksi-brutal-masyarakat-guatemala)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda dan Berbagilah Di Sini.