Sabtu, 29 Januari 2011

Perasaan 1

Tulisan ini saya persembahkan untuk Mbak Linda Djati yang sesuai pengakuannya amat terluka dengan praktek poligami yang terjadi pada dirinya dan juga sebagai bahan sharing untuk rekan-rekan sekalian. Insya Allah ada masukan yang dapat menambah pengetahuan dan dinamika diskusi kita. Mbak Linda Djati yang dicintai Allah SWT, terselip suatu pikiran di benak saya semoga bisa menjadi bahan renungan kita semua, tidak untuk menambah luka hati mbak Linda, tidak pula bermaksud memposisikan diri saya lebih tahu atau lebih benar dari yang lain. Begini lintasan pikiran saya :



��Mengapa dalam poligami yang disorot hanya pria yang mau beristri banyak, mengapa luput dipertanyakan mengapa ada wanita yang mau dijadikan isteri kedua, ketiga dan keempat?��



��Kalau ada wanita yang siap dijadikan atau bahkan memilih untuk menjadi isteri kedua dst, mengapa sulit menjadi isteri pertama?��



��Kalau ada wanita yang siap dijadikan isteri kedua dst bukankah itu berarti ada suatu keadaan yang membuatnya –terpaksa atau tidak- memilih untuk menjadi seperti itu?�� Menurut saya sesuatu itu real, tidak dibuat-buat, tidak direkayasa, tidak pula dipaksakan, buktinya adalah yang mau menjadi isteri kedua dst tetap ada sampai sekarang.



Saya pikir kita semua hidup di dunia yang hampir seluruh yang diperbuat oleh manusia sarat dengan hukum sebab akibat. Saya cukup tercenung mendengar cerita teman saya tentang Talk Show Empat Mata yang menghadirkan seorang kakek di Tangerang berusia 74 tahun yang pernah menikah 94 kali. Pernikahannya bahkan lebih banyak jumlahnya dibanding usianya. Pertanyaan saya kok ada 94 orang wanita yang mau menikah dengan seorang pria? Apa di dunia ini pria cuma sang kakek? Intinya adalah tidak mungkin pria berpoligami kalau wanitanya tidak mau dijadikan isteri kedua dan selanjutnya.



Hukum di alam semesta ini sebagaimana telah Mbak Linda ungkap adalah : segala sesuatu diciptakan berpasangan. Bagi saya termasuk juga adanya supply and demand (penawaran dan permintaan). Penawaran ada karena ada yang minta. Permintaan ada karena tersedia/ditawarkan. Hal ini berlaku untuk semua kondisi apakah untuk kebaikan atau keburukan. Saya percaya untuk menutup industri rokok, minuman keras, judi, prostitusi cukup dengan tidak mengkonsumsinya. Industri tersebut ada karena ada yang membutuhkan, kalau semua orang tidak ada yang butuh insya Allah tutup sendiri itu industri maksiat. Yang menarik adalah hampir seluruh industri maksiat tersebut tidak pernah melakukan upaya promosi di media massa, kecuali rokok tapi toh masih tetap ada yang mencari. Demikian pula dengan bisnis perjalanan Haji danUmrah, mereka eksis karena tingginya animo kaum muslimin untuk pergi ke tanah suci menunaikan rukun Islam yang kelima atau untuk pesiar yang berpahala. Sekadar informasi, di Sulawesi Tengah kuota haji sudah habis sampai dengan tahun 2010, saya tidak tahu bagaimana di Jawa dan Sumatra. Demikian pula dengan maraknya penerbitan buku2 dan media massa Islam, tumbuh suburnya sekolah dan yayasan Islam, belum lagi dengan maraknya amil2 zakat yang profesional seperti Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, PKPU dll. Mereka ada dan eksis sampai sekarang karena adanya orang2 yang juga konsisten ingin menjadi dan selalu berbuat kebaikan. Selalu ada pasar untuk orang baik dan jujur dan sebalik selalu ada pasar untuk penggemar maksiat.



Saya punya kisah yang unik di Palu. Ada seorang driver yang menikah selama 18 tahun, anak perempuannya sudah duduk di bangku SMA. Beliau ternyata jatuh cinta pada seorang perawan yang berusia sekitar 28 tahun, demikian pula sang perawan jatuh cinta pula pada sang driver yang berusia sekitar 39 tahun. Sang perawan bukannya tidak tahu sang pujaan hati punya anak dan isteri, tapi ia toh tetap saja jatuh cinta. Jika dibandingkan status sosial pun agak jauh, sang adinda Pegawai Negeri Sipil berpendidikan Strata 1, sebalik dengan sang kakanda yang hanya lulusan SMA (pernah kuliah juga sampai tingkat 1). Tapi apa mau dikata, jika anak panah cinta telah menembus dalam dada status dan jarak tempuh bukan halangan (sang dinda tinggal di kabupaten lain yang berjarak hampir 500 km dari kota Palu). Sekarang mereka bertiga sedang kebingungan mencari solusi yang terbaik karena baik yang tua maupun yang muda tidak mau dipoligami. Di situ ngana hancur (kata orang Palu).



Saya tidak berkepentingan apapun dalam menyelesaikan masalah mereka, mereka adalah orang dewasa yang dapat bertanggung jawab terhadap pilihan yang diambil. Kalau mau saran diminta atau tidakpun akan (dan sudah) saya beri. Saya hanya ingin berbagi dengan Mbak Linda bahwa bermain dengan perasaan itu memang sulit, sesulit saya ketika dari pertama kali memberi nasehat pada sang kakanda yang diawal jatuh cintanya berniat untuk tidak serius, tapi apa mau dikata jatuh cinta beneran mereka berdua. Dibilang tidak sayang sama yang pertama juga tidak, bahkan kalau dibandingkan secara fisik beliau dengan terus terang mengakui isterinya jauh lebih unggul. Lalu apa sebab mereka jatuh cinta? Perasaan kok diadili, yang boten-boten aja��.. Dan sebaliknya, hati Mbak Linda yang merasa terlukai juga tidak bisa diadili oleh siapapun. Wong sedih juga nggak pake hatinya sampeyan. Begitu katanya Mbak....



Intinya kalau Mbak Linda memakai perasaan yang terluka ketika mendengar Sang Kangmas menikah lagi, demikian pula dengan madunya Mbak Linda yang memakai perasaan ketika jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah dengan suami Mbak Linda. Saya kira tentu bukan hal yang mudah ketika madunya Mbak Linda memutuskan untuk mau menjadi isteri kedua, terdapat handicap budaya yang luar biasa kerasnya. Tentunya Mbak Linda juga tahu seperti apa sanksi sosial yang diberikan pada isteri kedua yang kerap disebut sebagai ��ngerebut laki orang��, ��perusak rumah tangga�� dan beragam ungkapan minus lainnya. Tapi dia siap memakai semua atribut itu karena cinta pada suami Mbak. Kalau saya jadi Mbak Linda (dan itu sesuatu hal yang mustahil) saya akan berusaha untuk menghargai perasaan cinta seorang wanita lain kepada suami saya yang kemudian memutuskan untuk mengambil jalan yang halal dalam mewujudkannya. Saya pikir ini adalah tulisan saya yang pertama dalam blog ini yang tidak dipenuhi oleh dalil dan analisa, hanya perasaan.



Pertanyaan Mbak tentang 2, 3, 4 sudah pernah saya bahas sebelumnya pada tulisan Inkonsistensi pernikahan Rasul – Khadijah vs Poligami. Mungkin Mbak Linda salah menulis dalam Surat an Nisaa�� ayat 4 itu bunyinya, ��nikahi wanita yang kamu mau DUA, TIGA, EMPAT, kalau kamu takut tidak berbuat adil, maka cukup SATU.�� jadi bukan 1,2,3,4 namun 2,3,4 baru satu. Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah, bahwa hukum asal pernikahan itu adalah poligami, karena sebelum masa Islam para sahabat ada yang punya isteri sampai lebih 10 kemudian Islam justru datang untuk membatasinya. Semoga bermanfaat untuk semua. hadanaLLAHu wa iyyakum ajma��in was salaamu ��alaikum wa rahmatuLLAHi wa barakatuh.
(poligamirasul.catatanku.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda dan Berbagilah Di Sini.